Pendidikan Moral Pancasila Yang Terlupakan, Setujukah Untuk Dikembalikan

BERITA PGRI - Flashback lagi ke zaman saya SD dulu, zamannya masih pakai baju putih celana merah dan sepatu warrior yang kini tinggal kenangan. Saya yakin, zaman saya SD dulu, pengrajin sepatu warrior pasti sedang di masa keemasannya. Kenapa ? Karena semua sekolah di Indonesia mewajibkan untuk memakai sepatu warrior sebagai sepatu sekolah, ga boleh sepatu lain. Makanya zaman dulu, ga ada sepatu lambang contreng ke atas, atau lambang balok tangga tiga malang melintang di sekolah.


Paling seru kalau hari jumat sama sabtu, jumat pagi pasti olah raga SKJ dulu, sebelum masuk belajar. Terus cuma 3 pelajaran, abis itu pulang deh jam 11 buat persiapin sholat jumat bagi yang agamanya islam. Kalau sabtu, ini hari paling enak, pakai baju pramuka, terus kadang-kadang ada kerja bakti semua siswa bersihin lingkungan sekolah. Saya paling suka nih, zamannya kerja bakti, karena jadi ga belajar sampai jam 12 siang.:)

Satu lagi, cerita zaman SD saya yang paling membekas sampai sekarang. Belajar buat ujian PMP alias Pendidikan Moral Pancasila, dan bahan pelajarannya cuma tentang apa itu tanggung jawab, terus apa yang dimaksud tenggang rasa, bagaimana menerapkan tata krama bahkan sampai yang paling simpel, yaitu belajar tentang keramah tamahan. Penting ga sih itu di pelajari ?

Kalau SD dulu sih saya mikirnya ini mata pelajaran buang-buang waktu tanpa hasil. Makanya pas tahun 1994 PMP dirubah namanya menjadi PPKn, saya tidak ada masalah. Bahkan sampai saya lulus SD, SMP dan SMA pelajaran PMP atau PPKn belum ada hasil nyata yang didapatkan. Tidak seperti matematika yang membuat saya bisa berhitung, IPA dengan pengetahuan alamnya atau geografi yang buat saya tahu kalau Indonesia terletak di 6º LU – 11º LS dan 95º BT – 141º BT. PMP dapat apa?Tapi sekarang kalau lihat fenomena sosial masyarakat indonesia, saya baru sadar ternyata PMP itu adalah mata pelajaran penting selain matematika dan teman-temannya. Saat ini, Indonesia kehilangan karakter masyarakatnya. Dulu orang asing mengenal kita karena keramah tamahannya. Dulu warga kita selalu bahu membahu menolong untuk sesama. Singkat kata, Indonesia kini semakin jauh dari ungkapan Masyarakat Yang Madani.

PMP bukanlah mata pelajaran berbasis keilmuan. Sesuai dengan namanya, PMP adalah pelajaran tentang moral. Jadi yang dibangun adalah moral kita. Dari sinilah awal pembentukan karakter masyarakat indonesia. Patut di garis bawahi, pendidikan PMP ini ditanamkan sejak usia dini yakni SD. Dari sinilah nantinya cikal bakal masyarakat yang paham tenggang rasa, bertanggung jawab, dan memiliki tata krama sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia. Seperti kita menanam pohon, jangan hanya memberikan pupuk saja untuk mendapatkan hasil yang bagus, tapi berikan pula pestisida guna menghindari dari hama yang dapat merusak sebagian pohon. PMP ini sebagai "pestisida" untuk melindungi karakter bangsa kita agar tidak mudah digoyahkan oleh pihak luar. Dari situlah kita akan mendapatkan generasi berkualitas dengan memiliki karakter yang kuat.

Kini PMP semakin terlupakan, generasi sekarang tidak banyak yang tahu tentang PMP ini. Sekarang yang mereka kenal adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn. Bila merujuk pada mata pelajaran pengganti PMP yaitu PPKn, PPKn dulu masih ada kata Pancasila sebagai salah satu bahan pelajaran. Sekarang ? Kemana kata "Pancasila" nya? Apakah Kewarganegaraan lebih penting dari pada pelajaran pengamalan nilai-nilai pacasila? Makanya sekarang jangan kaget kalau anak-anak SD banyak yang tidak hapal pancasila, kalaupun hapal, mereka hanya hapal sila karena sering di bacakan di Upacara bendera hari senin, tapi tidak paham maknanya. Efeknya Pancasila hanya sebagai simbol tanpa tahu makna dan pengamalannya.
Bahkan jangan heran bila sekarang anak-anak sejak SD sudah akrab dengan sepatu bermerek dan membuat semakin lebar jurang status sosial di antara mereka. Mereka tidak lagi di ajarkan arti tenggang rasa dan persamaan status sosial seperti SD zaman dulu melalui kewajiban sepatu warrior. Sekarang ibu-ibu berlomba-lomba memberikan anaknya sepatu bermerek agar dipandang tinggi status sosial anak mereka. Walaupun untuk membeli sepatu itu, dibela-belain untuk berhutang. "Yang penting kesohor walaupun tekor". Ah jadi kangen masa-masa kebersamaan dan belajar SD zaman dulu. Belajar tentang tenggang rasa, tanggung jawab, tata krama, ramah tamah dan saling hormat menghormati melalui pelajaran PMP. Semoga PMP bisa cepat kembali kelingkungan belajar anak SD sekarang. Amiin!

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua, salam PGRI
Share on Google Plus

About Hanafi Idris

0 comments:

Post a Comment