Kekalahan Yang Menghukum, Hukum Yang Meresahkan

Ferdinand Hutahaean

Oleh  :  Ferdinand Hutahaean
RUMAH AMANAH RAKYAT
BELA TANAH AIR


Saya ingin mengawali tulisan ini dengan ucapan Selamat kepada Anies Basewedan dan Sandiaga Uno atas kemenangan di Pilgub Jakarta.

Semoga Jakarta ke depan semakin baik dan lepas dari ketakutan perpecahan dan ketakutan huniannya digusur paksa atas nama penataan kota. Sekali lagi, Selamat..!!! 

Kekalahan Basuki Tjahaja Purnama kemarin adalah sebuah kekalahan yang sarat makna, sebuah kekalahan sempurna yang pesannya harus dipahami terutama oleh kekuasaan. Ada pesan yang menjadi teguran keras yang dialamatkan ke jantung kekuasaan. Bahwa tidak ada kekuasaan manapun yang mampu mengalahkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada kekuasaan manusia manapun yang mampu membendung doa rakyat tertindas serta tidak ada kekuasaan manapun yang boleh menantang kekuasaan Tuhan.

Itulah pesan yang menjadi teguran keras kepada penguasa, dan elit-elit politik yang melihat masalah bangsa ini hanya dari sudut pandang sempitnya saja tanpa mau melihat dari sudut pandang luas masyarakat. Kekalahan telah menghukum KEPONGAHAN dan KEANGKUHAN selama ini yang dipertontonkan oleh kekuasaan. Ahok bahkan sesumbar akan menantang Tuhan dan melawan seisi Republik ini seraya merasa dirinya adalah mahluk suci tanpa dosa.

Keangkuhan seorang manusia yang sesungguhnya hina atas segala kecongkakan. Ahok kalah, Ahok dihukum, doa rakyat tertindas, doa Umat yang menangis terkabul, Jakarta memilih Gubernur baru. Meski berbekal kekuasaan yang bisa melakukan segalanya, berbekal uang yang tak terbatas jumlahnya, berbekal media main stream yang membentuk persepsi, Ahok dan kekuasaan dikalahkan oleh masyarakat, karena kekuasaan dan Ahok tidak memiliki bekal rendah hati, tidak memiliki bekal percaya secara benar kepada kuasa Tuhan. Mereka menyimpang dari nilai-nilai kebenaran sehingga hukuman pun dijatuhkan kepada Ahok dan kepada kekuasaan rejim. 

Rejim sudah runtuh secara politik ditengah masyarakat. Tidak ada lagi kepercayaan rakyat kepada penguasa. Pasca kekalahan yang menghukum kepongahan dan keangkuhan itu, hari ini Basuki Tjahaja Purnama telah juga menjalani sebuah fase waktu yang menggetirkan. Ahok duduk di kursi terdakwa mendengarkan tuntutan negara yang diwakili oleh Jaksa Penuntut Umum atas perbuatan Ahok yang menjatuhkan dirinya menjadi terdakwa atas penodaan agama.

Posisi terdakwa yang sangat memalukan dan menghinakan diri sendiri, karena status terdakwa itu didapat bukan karena membela kepentingan umum akan tetapi hanya karena nafsu berkuasa yang tak terkendali.*_ Maka surat Al Maidah dalam kitab suci Islam pun dijadikan olok-olok dan dianggap sebagai alat membohongi oleh Ahok.

Terkait dengan posisi duduk Ahok sebagai terdakwa, ada yang sesungguhnya membuat resah seisi Republik yang pernah ditantangnya. Ahok dituntut secara dramatis namun penuh dagelan yang tidak lucu. Ahok yang didakwa menodai Agama Islam hanya dituntut hukuman percobaan. Ini sungguh perbuatan yang menghinakan penegakan hukum, perbuatan dari negara yang tidak mencerminkan bahwa hukum harus ditegakkan walau langit runtuh, hukum justru dibuat mainan untuk memenuhi ekspektasi kekuasaan.

Adakah keraguan dari negara dalam hal ini pemerintah yang diwakili Jaksa atas keyakinan bahwa telah terjadi penodaan agama seperti yang dilakukan Ahok ? Jika tidak yakin mengapa Ahok tidak dituntut bebas saja? Dan jika yakin, mengapa tuntutan hanya hukuman percobaan sementara ancaman yang diatur dalam KUHP adalah kurungan 5 tahun ? 

Logika hukum odong-odong menurut saya telah dipraktekkan dalam hal ini. Ancaman 5 tahun hanya dituntut hukuman percobaan. Seyogyanya tuntutan itu 2/3 dari ancaman dan vonis 2/3 dari tuntutan. Lantas logika hukum apa yang digunakan Jaksa menuntut Ahok dengan hukuman PERCOBAAN ? 

Tuntutan ini jelas akan merusak penegakan hukum ke depan. Tuntutan ini akan menjadi yurisprudensi kedepan jika benar-benar hakim menjatuhkan vonis seperti tuntutan Jaksa. Maka jangan kaget jika kemudian akan banyak yang berani menista agama sebagai akibat dari tuntutan terhadap Ahok. Maka bubar dan kiamatlah penegakan hukum di negara ini di bawah pemerintahan Presiden Jokowi.

Hukum telah meresahkan publik, hukum telah membuat publik terguncang, dan rasa keadilan kemudian terganggu dan rasa keadilan itu mungkin akan mengakibatkan GUNCANGAN POLITIK BARU, karena rasa keadilan itu mungkin akan mencari jalannya sendiri. Semoga Tuhan menjaga bangsa ini, aamiin. 

Jakarta, 20 April 2017











Artikel Lainnya


loading...

Share on Google Plus

About Citizen Journalist

0 comments:

Post a Comment