Vaksin |
Ketua majelis hakim PN Bekasi Kota, Marper Pandiangan mengaku kaget dan geram begitu tahu BPOM tidak punya SOP pengawasan vaksin. Pihaknya pun meminta fakta yang terungkap dalam sidang ini menjadi masukan bagi institusi tersebut.
Awalnya kuasa hukum Ernawati mencecar ahli BPOM terkait kewenangan institusi tersebut untuk mengawasi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Terlebih, institusi tersebut memiliki tanggung jawab melakukan inspeksi atau sidak terhadap produk obat maupun makanan yang beredar.
"Jadi inspeksi dilakukan oleh balai besar pom dilakukan secara rutin oleh BPOM pusat, sementara yang untuk secara berkala dilakukan oleh badan pom di wilayah untuk melakukan pengawasan peredaran obat di apotek," ujar ahli BPOM bidang pengawasan dan penyaluran, Faris Hadi Prasetyo dalam persidangan di Gedung PN Kota Bekasi, Jalan Pramuka, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Kamis (22/12/2016).
"Berkala itu berapa lama," kata Marper.
"Tergantung analisis resiko," jawab Hadi.
Mendapati jawaban singkat dari ahli BPOM, Marper pun kembali menanyakan dengan detail terkait pengawasan yang dilakukan secara berkala. Sebab dirinya berpikir maksud dari penjelasan berkala itu multitafsir .
"Tergantung luas wilayah dan hasil analisis risiko," jawab Hadi.
"Anda jawab saja supaya kita tahu, karena ini mengenai laporan tadi teman anda bilang itu dilakukan setiap triwulan untuk laporannya," cecar Marper.
Hadi pun mengatakan pemeriksaan atau pengawasan oleh BPOM dilakukan satu tahun sekali. Hal itu pun tergantung dari besaran luas wilayah yang menjadi tempat pengawasan mereka.
"Karena SDM kami belum mencukupi," sambung Hadi.
"Kalau SOP penyaluran dari BPOM berapa? Coba Anda jelaskan," cecar Marper.
Hadi pun menjelaskan kalau tidak ada aturan tegas mengenai SOP secara tertulis untuk melakukan pengawasan atau sidak. Pihaknya mengaku, kalau penyaluran dan pengawsan vaksin dilakukan berdasarkan kajian risiko.
"Berapa tahun sekali tidak ada, tapi yang jelas berdasarkan kajian risiko," kata Hadi.
Marper pun kembali mencecar ahli BPOM untuk menjelaskan secara detail SOP dari pengawasan dan penyaluran vaksin. Pasalnya dia melihat terjadinya vaksin palsu karena lemahnya pengawasan dan penyaluran obat atau vaksin.
"Saya kira ini masalah nyawa manusia, masa tidak ada," cecar Maper.
"Saya koreksi Yang Mulia, maksud kami pemeriksaan berdasarkan analisis risiko tinggi, maka itu yang kami prioritaskan," jawab Hadi.
Jawaban ahli yang berputar-putar dan tidak menjelaskan langsung pada inti permasalahan membuat geram Marper. Sebab paling tidak institusi sekelas BPOM seharusnya memiliki aturan secara reguler tentang penyaluran dan pengawasan vaksin.
"Kalau itu bisa 4 atau 3 tahun sekali," ujar Hadi menjawab pertanyaan Marper.
Marper mengaku kaget begitu dengar regulasi pengawasan dan penyaluran vaksin yang terjadi cukup lama. Terlebih institusi ini memiliki tanggung jawab terhadap makanan maupun obat yang beredar.
"Karena begini masyarakat hanya mengetahuinya kalau BPOM selalu sidak, dan kami pikir kita semua percaya begitu sebagaimana kita melihat makanan atau obat kadaluwarsa yang tidak layak kita buang atau musnahkan," kata Marper.
Sumber : detiknews
0 comments:
Post a Comment