Tenaga kerja asing asal Cina (Tiongkok) tumpah ruah di tanah air. Alhasil, pekerja lokal tak kebagian tempat. Ya, jumlah pengangguran dan kesenjangan ekonomi makin tinggi.
Shinta Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional mengatakan, sangatlah tidak masuk akal apabila pekerja Cina yang masuk ke Indonesia, berprofesi ecek-ecek. Seharusnya, pekerja asal Cina itu adalah tenaga yang benar-benar ahli atau memiliki keterampilan spesifik.
“Kalau tenaga ahli yang dibawa, kita mengerti. Tetapi kalau sampai supir yang dibawa, tukang cuci piring yang dibawa. Kita juga enggak ngerti,” kata Shinta di Kantor Apindo, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Menurut Shinta, tak masalah apabila teknisi asal Tiongkok dipanggil ke Indonesia untuk menggarap proyek-proyek besar. Namun sangat janggal apabila tukang masak harus dikirimkan dari Cina. Pekerja Indonesia tentunya mampu melakukan pekerjaan tersebut.
“Kalau (mempekerjakan) teknisi oke-lah, tapi kan (teknisi) kita punya pelatihan (juga). Kalau sampai tukang masak saja (dipekerjakan) saya juga ga ngerti. Di sini juga banyak restoran Cina,” tuturnya.
Untuk itu, Shinta, menyebut, Kadin mengingatkan pemerintah untuk memberikan proteksi terhadap pekerja lokal, khususnya kalangan buruh. Jangan sampai nasib pekerja lokal tergusur dengan banjirnya pekerja asal Cina.
“Kadin lagi memberi peringatan buat pemerintah juga dengan kata lain kita mendukung untuk menarik set up project dengan cepat tapi disisi lain jangan sampai menggerus tenaga kerja kita (lokal),” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Shinta, kebanyakan dari tenaga kerja Tiongkok itu menetap di Indonesia dengan menggunakan izin berkunjung. Dengan kata lain, mereka datang bukan untuk bekerja namun berwisata alias plesiran. “Makanya saya rasa mereka pakai satu izin, tapi digunakan untuk yang lain-lain,” tuturnya.
Kejadian ini, kata Shinta, tidak hanya terjadi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan Cina yang berinvestasi di negara lain juga melakukan hal yang sama. Bedanya, jumlah angkatan kerja negara lain tidaklah sebesar Indonesia. Kalau dibiarkan maka pengangguran di Indonesia bakalan membludak. “Kita kan besar juga tenaga kerjanya,” kata dia.
“Kita (juga) punya kok (tenaga kerja), jadi saya rasa itu harus berhati-hati pemerintah mengawasinya. Kita akan memberikan masukkan,” pungkas Shinta.
Shinta Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional mengatakan, sangatlah tidak masuk akal apabila pekerja Cina yang masuk ke Indonesia, berprofesi ecek-ecek. Seharusnya, pekerja asal Cina itu adalah tenaga yang benar-benar ahli atau memiliki keterampilan spesifik.
“Kalau tenaga ahli yang dibawa, kita mengerti. Tetapi kalau sampai supir yang dibawa, tukang cuci piring yang dibawa. Kita juga enggak ngerti,” kata Shinta di Kantor Apindo, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Menurut Shinta, tak masalah apabila teknisi asal Tiongkok dipanggil ke Indonesia untuk menggarap proyek-proyek besar. Namun sangat janggal apabila tukang masak harus dikirimkan dari Cina. Pekerja Indonesia tentunya mampu melakukan pekerjaan tersebut.
“Kalau (mempekerjakan) teknisi oke-lah, tapi kan (teknisi) kita punya pelatihan (juga). Kalau sampai tukang masak saja (dipekerjakan) saya juga ga ngerti. Di sini juga banyak restoran Cina,” tuturnya.
Untuk itu, Shinta, menyebut, Kadin mengingatkan pemerintah untuk memberikan proteksi terhadap pekerja lokal, khususnya kalangan buruh. Jangan sampai nasib pekerja lokal tergusur dengan banjirnya pekerja asal Cina.
“Kadin lagi memberi peringatan buat pemerintah juga dengan kata lain kita mendukung untuk menarik set up project dengan cepat tapi disisi lain jangan sampai menggerus tenaga kerja kita (lokal),” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Shinta, kebanyakan dari tenaga kerja Tiongkok itu menetap di Indonesia dengan menggunakan izin berkunjung. Dengan kata lain, mereka datang bukan untuk bekerja namun berwisata alias plesiran. “Makanya saya rasa mereka pakai satu izin, tapi digunakan untuk yang lain-lain,” tuturnya.
Kejadian ini, kata Shinta, tidak hanya terjadi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan Cina yang berinvestasi di negara lain juga melakukan hal yang sama. Bedanya, jumlah angkatan kerja negara lain tidaklah sebesar Indonesia. Kalau dibiarkan maka pengangguran di Indonesia bakalan membludak. “Kita kan besar juga tenaga kerjanya,” kata dia.
“Kita (juga) punya kok (tenaga kerja), jadi saya rasa itu harus berhati-hati pemerintah mengawasinya. Kita akan memberikan masukkan,” pungkas Shinta.
0 comments:
Post a Comment