Muslim Tionghoa Indonesia dan Komunitas Tionghoa Anti Korupsi menyerahkan Piagam Penghargaan anugerah "Tokoh Indonesia 2016" kepada Habib Rizieq Shihab di Pondok Pesantren Habib Rizieq di Bogor, Jawa Barat, kemarin.
"Habib Rizieq telah menunjukkan bahwa ia bukan saja seorang ulama Islam yang berpengaruh, tapi juga mampu memimpin jutaan umat Islam sehingga tidak bertindak anarkis saat berunjuk rasa membela agamanya yang dinistakan," kata Ketua Umum Muslim Tionghoa Indonesia, H.M. Jusuf Hamka.
Dia menjelaskan, pemberian penghargaan kepada Habib Rizieq Shihab karena Imam Besar FPI itu dinilai bisa menjaga Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Bashariyah dan Ukhuwah Wathoniyah selama tahun 2016, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia selama berlangsungnya aksi Bela Islam pada Oktober ,November dan Desember lalu.
Sikap dan kepemimpinan Habib Rizieq itu, tambah Jusuf Hamka, sekaligus membuktikan pula bahwa Habib Rizieq adalah seorang yang sangat mencintai negara dan bangsanya.
"Sikap itu sangat sesuai dengan prinsip dan kaidah Islam yang menyebut hubbul wathon minal iman. Bahwa cinta pada negara adalah sebagian dari iman," ujar Jusuf Hamka.
Dia juga menilai, sebagai seorang ulama yang bisa mempengaruhi jutaan umat, Habib Rizieq telah mencontohkan bagaimana mestinya seorang pemimpin memberi keteladanan kepada umatnya tentang kecintaan pada tanah air, bangsa dan negaranya.
"Ketika jutaan orang berunjukrasa tapi tak ada satu ranting pohon pun yang patah, itu menunjukkan betap besar pengaruh Habib pada umat. Itu artinya kata-kata beliau didengarkan umat. Dan itulah yang membuat Habib Rizieq istimewa hingga kami berpendapat beliau pantas menjadi Man Of The Year atau Tokoh Indonesia 2016," tambah Jusuf Hamka.
Sementara itu, Koordinator KomTak, Lieus Sungkharisma mengatakan, dulu waktu berlangsung demo 212 orang-orang Tionghoa merasa takut. "Tapi ada jaminan dari Habib Rizieq bahwa aksi itu tidak akan menyerempet ke masalah SARA. Jaminan Habib Rizieq itu terbukti benar. Sebab aksi tersebut memang tidak ditujukan pada kalangan minoritas apalagi pada kalangan umat yang berbeda agama," ujar Lieus.
Karena itulah, ujar Lieus, figur Habib Rizieq pantas mendapat penghargaan sebagai Tokoh Indonesia 2016. "Tokoh seperti Habib Rizieq sangat diperlukan untuk negeri ini. Terutama sebagai tokoh yang memimpin kontrol sosial terhadap setiap penyimpangan yang terjadi, dan ketika hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya," tambah Lieus.
Lebih lanjut Lieus mengatakan keprihatinannya terhadap kondisi bangsa saat ini.
"Sebagai bangsa, saat ini kita benar-benar mundur ke belakang. Lihat saja, kalau ada seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan pola pikir dan kemauan kita, langsung kita menuduhnya sebagai tidak toleran, tidak Pancasila, tidak menghormati Bhinneka Tunggal Ika. Seakan-akan kita tidak tau semua itu. Seakan-akan kita baru saja merdeka dan baru belajar bernegara," kata Lieus.
Ironisnya, tambah Lieus, tudingan sikap tidak toleran itu justru dikenakan pada umat Islam yang notabene adalah penduduk mayoritas dan merupakan bagian terbesar dari perjuangan memerdekakan negara ini dari penjajahan.
"Jadi, marilah kita hentikan tuduhan-tuduhan yang cenderung memprovokasi itu. Negeri ini akan damai kalau yang minoritas menghormati yang mayoritas dan sebaliknya, yang mayoritas menyayangi yang minoritas," katanya.
Pemberian gelar "Tokoh Indonesia 2016" kepada Habib Rizieq ini, tambahnya, adalah bagian dari penghargaan itu.
"Habib Rizieq telah menunjukkan bahwa ia bukan saja seorang ulama Islam yang berpengaruh, tapi juga mampu memimpin jutaan umat Islam sehingga tidak bertindak anarkis saat berunjuk rasa membela agamanya yang dinistakan," kata Ketua Umum Muslim Tionghoa Indonesia, H.M. Jusuf Hamka.
Dia menjelaskan, pemberian penghargaan kepada Habib Rizieq Shihab karena Imam Besar FPI itu dinilai bisa menjaga Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Bashariyah dan Ukhuwah Wathoniyah selama tahun 2016, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia selama berlangsungnya aksi Bela Islam pada Oktober ,November dan Desember lalu.
Sikap dan kepemimpinan Habib Rizieq itu, tambah Jusuf Hamka, sekaligus membuktikan pula bahwa Habib Rizieq adalah seorang yang sangat mencintai negara dan bangsanya.
"Sikap itu sangat sesuai dengan prinsip dan kaidah Islam yang menyebut hubbul wathon minal iman. Bahwa cinta pada negara adalah sebagian dari iman," ujar Jusuf Hamka.
Dia juga menilai, sebagai seorang ulama yang bisa mempengaruhi jutaan umat, Habib Rizieq telah mencontohkan bagaimana mestinya seorang pemimpin memberi keteladanan kepada umatnya tentang kecintaan pada tanah air, bangsa dan negaranya.
"Ketika jutaan orang berunjukrasa tapi tak ada satu ranting pohon pun yang patah, itu menunjukkan betap besar pengaruh Habib pada umat. Itu artinya kata-kata beliau didengarkan umat. Dan itulah yang membuat Habib Rizieq istimewa hingga kami berpendapat beliau pantas menjadi Man Of The Year atau Tokoh Indonesia 2016," tambah Jusuf Hamka.
Sementara itu, Koordinator KomTak, Lieus Sungkharisma mengatakan, dulu waktu berlangsung demo 212 orang-orang Tionghoa merasa takut. "Tapi ada jaminan dari Habib Rizieq bahwa aksi itu tidak akan menyerempet ke masalah SARA. Jaminan Habib Rizieq itu terbukti benar. Sebab aksi tersebut memang tidak ditujukan pada kalangan minoritas apalagi pada kalangan umat yang berbeda agama," ujar Lieus.
Karena itulah, ujar Lieus, figur Habib Rizieq pantas mendapat penghargaan sebagai Tokoh Indonesia 2016. "Tokoh seperti Habib Rizieq sangat diperlukan untuk negeri ini. Terutama sebagai tokoh yang memimpin kontrol sosial terhadap setiap penyimpangan yang terjadi, dan ketika hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya," tambah Lieus.
Lebih lanjut Lieus mengatakan keprihatinannya terhadap kondisi bangsa saat ini.
"Sebagai bangsa, saat ini kita benar-benar mundur ke belakang. Lihat saja, kalau ada seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan pola pikir dan kemauan kita, langsung kita menuduhnya sebagai tidak toleran, tidak Pancasila, tidak menghormati Bhinneka Tunggal Ika. Seakan-akan kita tidak tau semua itu. Seakan-akan kita baru saja merdeka dan baru belajar bernegara," kata Lieus.
Ironisnya, tambah Lieus, tudingan sikap tidak toleran itu justru dikenakan pada umat Islam yang notabene adalah penduduk mayoritas dan merupakan bagian terbesar dari perjuangan memerdekakan negara ini dari penjajahan.
"Jadi, marilah kita hentikan tuduhan-tuduhan yang cenderung memprovokasi itu. Negeri ini akan damai kalau yang minoritas menghormati yang mayoritas dan sebaliknya, yang mayoritas menyayangi yang minoritas," katanya.
Pemberian gelar "Tokoh Indonesia 2016" kepada Habib Rizieq ini, tambahnya, adalah bagian dari penghargaan itu.
0 comments:
Post a Comment