Eks Relawan Jokowi: Pancasila Yang Terusik, Bangsa Yang Tersakiti

Saya ingin mengawali tulisan ini dengan mengutip pendapat 3 Presiden yang pernah memimpin bangsa ini dan membawa Indonesia kedalam era dan fase yang disegani kawan ditakuti lawan.

Pertama dari Presiden RI Ke 1 Bung Karno : "Saya namakan ini Pancasila. Sila artinya azas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi".

Kedua dari Presiden RI Ke 2 : "Sampai jadi Presiden saya merasa tidak berubah dalam hal ini. Saya junjung tinggi ajaran ini dan saya percaya akan kebenaran Pancasila" ;

dan ketiga dari Presiden RI Ke 6 Susilo Bambang Yoedhoyono : "Pancasila harus terus menjadi sumber inspirasi dan sumber solusi dari proses nation building Indonesia kedepan."

Dari ke 3 Presiden tersebut di atas terbaca dengan terang benderang bahwa ketiga pernyataan tersebut saling bertautan sesuai jamannya. Diawali oleh Soekarno yang menyatakan Pancasila sebagai azas dan dasar, di mana Pancasila harus dijunjung tinggi dan diyakini kebenarannya seperti kata Soeharto dan Pancasila harus terus menjadi sumber pembangunan nasionalisme kebangsaan seperti kalimat SBY. Tiga pemimpin besar bangsa ini yang entah sengaja atau tidak, ucapan itu saling bertalian dan menjadi satu ruh didalamnya.

Ironi dan kebencian kemudian mendera bangsa ketika Pancasila diusik oleh sekelompok orang di dalam negeri maupun di luar negeri. Entah bertalian atau tidak, entah didasari pemikiran yang sama dari para bangsa asing itu, mereka serentak mengusik Pancasila atas nama Demokrasi dan kesetaraan hak.

Sebut saja Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama sang Gubernur DKI Non Aktif. Ahok patut diduga mengusik ketentraman Pancasila dan nilai-nilai luhur demokrasi dalam Pancasila yaitu hikmat dan kebijaksanaan. Ahok mengusik Pancasila dengan menyebutnya bagai bangunan setengah jadi karena minoritas belum jadi Presiden di Indonesia. Ahok sepertinya sangat berhasrat menjadi Presiden hingga atas nama demokrasi dan kesetaraan hak, Ahok harus mengusik Pancasila. Bahkan untuk menggapai  hasrat kekuasaan itu, Ahok pun mengusik keimanan orang Islam tentang surah Almaidah. Dan atas mama penegakan hukum maka Ahok pun menjadi terdakwa saat ini di pengadilan.

Mestinya Ahok sebagai warga negara Indonesia keturunan Cina harus banyak belajar tentang Pancasila dan nilai-nilai luhur kearifan lokal bangsa yang multi kultural ini. Di situlah dibutuhkan hikmat dan kebijaksanaan, dan bukan atas nama demokrasi dan kesetaraan hak, maka semua nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal ditabrak begitu saja.

Kedua, Pancasila terusik oleh tentara Australia yang menyebut Pancasila dengan Pancagila dan sederet penghinaan kepada Bangsa serta upaya menerobos kedaulatan bangsa oleh warga australia dengan mengibarkan Bintang Kejora, bendera separatis Papua. Keputusan cepat dan tepat diambil oleh Panglima TNI dengan menghentikan sementara kerjasama militer TNI dengan Australia. Keputusan yang tepat dan harus didukung dengan segenap kekuatan bangsa, karena Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmayanto sedang melaksanakan fungsinya menjaga kedaulatan bangsa.

Namun atas sikap Panglima tersebut, muncul tidak diduga seorang politisi dari partai pendukung Ahok PDIP yang juga Anggota DPR RI Komisi I bernama Charles Honoris yang kemudian mempermasalahkan sikap patriotisme dan nasionalisme Panglima TNI dalam menjaga martabat bangsa. Entah kebetulan atau tidak, Ahok dan Charles Honoris ini sama-sama warga negara Indonesia keturanan Cina. Mestinya Charles sebagai anggota DPR dan sebagai warga negara Indonesia harus mendukung langkah tegas Panglima, bukan malah memprotes sikap Panglima dalam menjaga kehormatan bangsa. Charles Honoris harus tau dan harus belajar lagi, bahwa Pancasila adalah azas dan dasar bangsa dibangun, maka ketika Pancasila diejek dengan sebutan Pancagila, artinya bangsa ini dibangun dengan dasar kegilaan. Pahamkah Charles tentang hal ini ?


Mungkinkah Ahok dan Charles Honoris tidak mencintai Indonesia? Mungkinkah mereka ini lebih mementingkan kekuasaan daripada Pancasila? Ada apa Ahok mengusik Pancasila dan Charles Honoris mengusik pembela Pancasila? Sikap kedua orang ini sungguh tidak patut terlebih saat ini kondisi kebinekaan menjadi terusik akibat ulah-ulah yang lebih mementingkan kekuasaan atas nama demokrasi dan kesetaraan hak hingga mengabaikan hikmad dan kebijaksanaan dalam Pancasila.

Pancasila sedang terusik dan bangsa sedang terluka. Kepemimpinan nasional yang dipimpin oleh Presiden Jokowi pun sepertinya tidak mampu menjaga Pancasila secara tepat. Bahkan di beberapa media online tertulis ucapan Presiden yang menyatakan bahwa di era demokrasi ini tidak perlu bertindak berlebihan terhadap PKI. Entah benar entah tidak pernyataan itu, namun jika itu benar diucapkan Presiden, sungguh ucapan tersebut menandakan bahwa Presiden Jokowi tidak paham tentang Pancasila yang menjadi musuh utama Komunis. PKI memberontak adalah untuk mengganti ideologi Pancasila, jadi jika Presiden Jokowi membiarkan PKI atas nama demokrasi adalah sikap keliru seorang presiden dan sangat tidak patut diucapkan.

PKI dan Komunisme adalah musuh Pancasila. Pancasila tidak bisa menerima komunisme dan sebaliknya juga begitu. Jadi sudah tepat Presiden membentuk lembaga Pemantapan Pancasila, harapan saya justru Presiden Jokowi, Ahok dan Charles Honoris yang menjadi murid pertama lembaga pemantapan tersebut.

Ke depan publik harus lebih waspada dan hati-hati dalam memilih pemimpin. Tolak dan jangan pilih siapapun calon pemimpin yang ternyata mengusik Pancasila dan tidak mencintai bangsa ini secara penuh. Jakarta akan menjadi tolok ukur bahwa pengusik Pancasila tidak patut dan tidak layak memimpin. Kembalikan kepada warga bangsa yang Pancasilais.

Penulis: Ferdinand Hutahaean
Eks Relawan Jokowi

Share on Google Plus

About Hanafi Idris

0 comments:

Post a Comment