Penangkapan Nurul Fahmi, aktivis Bela Islam yang membawa Bendera merah putih bertuliskan kalimat tauhid ‘La illaha illallah’, mengundang reaksi banyak pihak.
Tak hanya kalangan umat Islam yang menganggap penangkapan itu bentuk arogansi kepolisian, tapi juga kalangan umat beragama lain. Salah satunya adalah tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma.
Menurut koordinator Kumunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) ini, tindakan polisi yang menangkap Nurul Fahmi bukan saja wujud dari penegakan hukum yang tebang pilih, tapi cerminan dari sikap panik pemerintah.
“Nurul Fahmi ditangkap dan langsung ditahan karena dinilai melanggar Pasal 26 UU No 24 tahun 2009 tentang lambang negara yang ancamannya lima tahun," ujar Lieus.
Didorong keprihatinannya atas nasib yang menimpa Nurul Fahmi itu, Lieus pun menggalang dukungan untuk Nurul Fahmi berupa gerakan ‘Koin untuk Nurul Fahmi’. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Nurul Fahmi ternyata seorang hafidz, yakni seorang penghapal Al Qur'an.
“Saya tidak tega melihat dia dikriminalisasi polisi hanya karena membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid,” ujar Lieus.
Inisiasi gerakan ‘Koin Untuk Nurul Fahmi’ itu, katanya, lebih didorong oleh empatinya untuk membantu istri dan anak-anaknya Fahmi karena mereka harus kehilangan sosok ayah sebagai pencari nafkah keluarga.
“Sejujurnya, gerakan ini saya inisiasi sebagai bentuk dari rasa simpati saya sebagai umat non muslim sekedar untuk meringankan beban isteri dan anak-anaknya karena suami dan ayah mereka dipenjara,” kata Lieus.
Tak hanya kalangan umat Islam yang menganggap penangkapan itu bentuk arogansi kepolisian, tapi juga kalangan umat beragama lain. Salah satunya adalah tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma.
Menurut koordinator Kumunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) ini, tindakan polisi yang menangkap Nurul Fahmi bukan saja wujud dari penegakan hukum yang tebang pilih, tapi cerminan dari sikap panik pemerintah.
“Nurul Fahmi ditangkap dan langsung ditahan karena dinilai melanggar Pasal 26 UU No 24 tahun 2009 tentang lambang negara yang ancamannya lima tahun," ujar Lieus.
Didorong keprihatinannya atas nasib yang menimpa Nurul Fahmi itu, Lieus pun menggalang dukungan untuk Nurul Fahmi berupa gerakan ‘Koin untuk Nurul Fahmi’. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Nurul Fahmi ternyata seorang hafidz, yakni seorang penghapal Al Qur'an.
Inisiasi gerakan ‘Koin Untuk Nurul Fahmi’ itu, katanya, lebih didorong oleh empatinya untuk membantu istri dan anak-anaknya Fahmi karena mereka harus kehilangan sosok ayah sebagai pencari nafkah keluarga.
“Sejujurnya, gerakan ini saya inisiasi sebagai bentuk dari rasa simpati saya sebagai umat non muslim sekedar untuk meringankan beban isteri dan anak-anaknya karena suami dan ayah mereka dipenjara,” kata Lieus.
0 comments:
Post a Comment