Oleh Zakaria Ansori
Saat pulang dari India menuju Jakarta, saya transit di Singapore. Dari Singapore ke Jakarta saya naik SQ dan dapat seat di bagian belakang. Dalam Pesawat SQ Boeing 777 yang berbadan besar ini memang hanya diisi sedikit penumpang.
Di depan kursi saya, duduk puluhan pemuda dari etnis tertentu (saya sebut saja etnis tionghoa). Dalam penerbangan tersebut boleh dikata hanya diisi oleh saya dan para pemuda tersebut di kursi bagian belakang. Selama perjalanan saya mendengar gelak canda dan tertawaan mereka. Awalnya saya tidak terlalu peduli, dikarenakan rasa ngantuk yang mendera sebab saat perjalanan dari Mumbay ke Singapore saya tidak bisa tidur nyenyak.
Tapi saat akan tidur, telinga saya terusik karena pembicaraan mereka selalu menyebut-nyebut kata "indon tiko" atau "pribumi tiko". Kata-kata yang membuat saya berpikir apa artinya 'tiko', yang saya tahu hanyalah kata "Indon" sebuah kata yang berarti orang indonesia namun dalam arti yang merendahkan (penghinaan). Kalimat-kalimat gurauan mereka memang terdengar sangat melecehkan dan merendahkan bangsa Indonesia dengan ungkapan-ungkapan "indon tiko" atau "pribumi tiko" dan bahasa kebun binatang lainnya.
Sekarang saya baru paham bahwa tiko ada dua arti yaitu "tikus kotor" atau "(ti = babi dan ko = anjing) setelah membaca berita pelecehan yang dialami Gubernur NTB yang dilakukan oleh WNI etnis tionghoa. Masya Allah, ternyata benar-benar rasis sekali orang-orang itu ya. Mereka hidup dan beranak pinak di Indonesia tapi melecehkan bangsa sendiri. Mereka sebut orang indonesia dengan julukan "indon tiko" "pribumi tiko" tanpa ada rasa bahwa mereka juga adalah orang atau bangsa indonesia.
Saya termasuk orang yg tidak setuju dengan istilah pribumi dan non pribumi, tapi ternyata memang mereka sendiri pun tidak merasa NKRI sebagai negeri/bangsa mereka sendiri. Jadi teringat pernyataan seorang konglomerat yang termasuk 10 orang terkaya di Indonesia yang mengatakan baginya indonesia hanyalah ayah angkat, sedang RRC adalah ayah kandungnya. Pertanyaannya, siapa yang rasis di sini ?
Penulis: *Zakaria Ansori* (Salah seorang Hakim di Mahkamah Agung RI)
0 comments:
Post a Comment